BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menegaskan bahwa
seorang anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal,
terhindar dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, Undang Undang
Perlindungan Anak juga mengamanahkan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan
anak; Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang komprehensif bagi anak agar setiap anak memperoleh derajat
kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
Untuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang ,
dan terlindung dari diskriminasi,kekerasan seperti penculikan dan perdagangan
bayi baru lahir, maka pemenuhan Hak bayi mendapat kebutuhan dasar harus
diberikan , seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif, dan imunisasi
serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan
perdagangan bayi. Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari
penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan, yang dimulai sejak bayi
berada di dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program
tersebut bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir,
memelihara dan meningkatkan kesehatan anak sesuai tumbuh kembangnya, dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya
pembangunan bangsa di masa mendatang.
Ibu dan anak terutama bayi baru lahir merupakan
kelompok masyarakat yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari
pemerintah dan masyarakat, karena masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) Serta balita.
Selain itu masalah kesehatan anak di Indonesia masih
didominasi oleh tingginya angka kematian bayi dan balita serta prevalensi
balita gizi kurang. Oleh karena itu, telah ditetapkan indikator Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010 – 2014 sekaligus disesuaikan
dengan target pencapaian MDGs, yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari
34/1000 menjadi 23/1000 Kelahiran Hidup dan menurunkan prevalensi gizi kurang
balita menjadi 15 % pada tahun 2015, termasuk tidak terjadi lagi kasus
penculikan dan perdagangan bayi baru lahir ( zero toleran ) di Puskesmas dan
Rumah Sakit.
Selain itu, kita juga menghadapi permasalahan lain
yaitu: meningkatnya ibu dengan HIV / AIDS, pembunuhan bayi/anak sendiri
(infanticide), rendahnya kondisi sosio-ekonomi yang memicu terjadinya kekerasan
dan penelantaran anak termasuk perdagangan atau penculikan bayi/anak, menjadi
tantangan yang harus kita hadapi dalam mewujudkan, pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi anak.
Gambaran situasi tersebut diatas menunjukkan bahwa masalah
kesehatan ibu dan anak sangat kompleks. Selama ini pelayanan kesehatan yang
dilakukan lebih terfokus pada upaya agar bayi dapat lahir dengan selamat dan
kelangsungan hidup anak (child survival), tetapi belum terintegrasi secara
penuh untuk mencapai tumbuh kembang anak secara optimal, termasuk perlindungan
dari penculikan dan perdagangan bayi. Kasus penculikan bayi menujukkan
peningkatan dari 72 kasus di tahun 2008 menjadi 102 di tahun 2009, diantaranya
25% terjadi di rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.(komnas perlindungan
anak, 2009).
Kementerian Kesehatan telah menetapkan berbagai
Peraturan Menteri Kesehatan dan menyusun Pedoman Pelayanan Kesehatan bagi Ibu
dan Bayi Baru Lahir di Puskesmas dan jaringannya. Pedoman tersebut dipergunakan
sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan, diantaranya
Pedoman Asuhan Persalinan Normal (APN), Pedoman Asuhan Bayi Baru Lahir, Pedoman
Asuhan Keperawatan bagi Ibu dan Bayi, dan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku
KIA), yang hanya mengatur standar pelayanan yang bersifat teknis medis, dan
belum sepenuhnya berorientasi pada perlindungan anak. Untuk mencegah terjadinya
kasus penculikan dan perdagangan bayi baru lahir dan meningkatkan pengetahuan
petugas kesehatan di Puskesmas dan jaringannya tentang perlindungan anak, maka
perlu disusun suatu Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dilihat dari latar belakang yang
menunjukkan banyaknya kasus yang terjadi pada bayi dan balita untuk itu adapun
rumusan masalah dari makalah ini yaitu apa-apasaja pelayanan kesehatan yang di
berikan pada bayi dan balita?
C.
TUJUAN
Tujuan umum :
Meningkatkan
pelayanan kesehatan bayi baru lahir dan balita berbasis perlindungan anak, di
Puskesmas dan jaringannya.
Tujuan khusus :
1.
Meningkatnya pemahaman tenaga
kesehatan tentang upaya perlindungan bagi ibu bersalin dan bayi baru lahir
serta balita
2.
Terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang komprehensif bagi bayi baru lahir berbasis perlindungan anak dan balita
3.
Tersedianya buku panduan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan bayi baru lahir berbasis perlindungan anak
dan balita
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI
1.
Pengertian Pelayanan Kesehatan Pada Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan
kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi
sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan
kesehatan bayi :
1.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
2.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
3.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
4.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk
meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan,
imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
a.
Pemberian
imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2,3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum
bayi berusia 1 tahun
b.
Stimulasi
deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDDTK)
c.
Pemberian
vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
d.
Konseling
ASI ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
e.
Penanaganan
dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan
perawat.
2.
Jenis
Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada
pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan
asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat.
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan
ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada
dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi
baru lahir meliputi:
1)
Pencegahan infeksi (PI)
2)
Penilaian awal untuk memutuskan
resusitasi pada bayi
3)
Pemotongan dan perawatan tali pusat
4)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5)
Pencegahan kehilangan panas melalui
tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala
dan tubuh bayi.
6)
Pencegahan perdarahan melalui
penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7)
Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB
0) dosis tunggal di paha kanan
8)
Pencegahan infeksi mata melalui
pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9)
Pemeriksaan bayi baru lahir
10)
Pemberian ASI eksklusif
Pelayanan kesehatan pada bayi adalah:
a.
Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan
kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi
diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir.
Memberikan
kesempatan bayi menyusui sendiri segera
setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat
pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi
menyusui sendiri. (mitaya, 2010 : 23)
Hal ini dapat
menghindari kematian bayi dan penyakit
yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom
dan ASI.
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera
letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1)
Suami atau keluarga dianjurkan
mendampingi ibu di kamar bersalin
2)
Bayi lahir segera dikeringkan
kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3)
Bila bayi tidak memerlukan
resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada
kulit ibu dan mata bayi setinggi puting
susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4)
Ibu dianjurkan merangsang bayi
dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5)
Ibu didukung dan dibantu tenaga
kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
6)
Biarkan kulit bayi bersentuhan
dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1
jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7)
Jika bayi belum mendapatkan putting
susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan
biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah selesai proses IMD
bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi salep mata dan
penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian diberikan imunisasi
Hepatitis B (HB 0) pada paha kanan.
a)
Pelaksanaan
penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B (HB
0).
b)
Pemberian layanan kesehatan tersebut
dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan
dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
c)
Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin
K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan
BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
d)
Salep atau tetes mata diberikan
untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
e)
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2
jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah
penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan
kerusakan hati.
b.
Pemeriksaan
Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini
mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan
yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan
dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang
memeriksa.
c.
Pencegahan
infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal
dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan
oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu
Hindari pembungkusan tali pusat atau
jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap
terkena udara dan akan lebih mudah kering.
d.
Pencegahan
hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan
hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan
e.
Kunjungan
Neonatal
Adalah :-pelayanan kesehatan kepada neonatus
sedikitnya 3 kali yaitu:
1)
Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai
dengan 48 jam setelah lahir
2)
Kunjungan neonatal II (KN2) pada
hari ke 3 s/d 7 hari
3)
Kunjungan neonatal III (KN3) pada
hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh
dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan
rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM)
termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali
pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan
rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).
B. PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK BALITA
1.
Defini
Pelayanan Kesehatan Pada balita
Lima
tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa
keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan,
berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal
pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah
yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembng
anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan
salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar
penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan tegnologi sederhana
ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS
merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian
balita yang disebabkan oleh infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak,
malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sabagai upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO
telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
mulai dikembangkan di indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai
1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita
meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan
pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS.
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan
yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke
sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam
setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian
Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan
dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan
anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
2.
Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Balita
Pelayanan kesehatan pada balita yang
lain adalah:
a. Pemantauan
pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu
Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat
digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS
harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali
mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan
dokter.
KMS-Balita
menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh
kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian
makan pada anak.
KMS juga
dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan
jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi
catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak,
pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan
rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga
berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng
kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat
KMS adalah :
1) Sebagai
media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan
diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif,
dan Makanan Pendamping ASI.
2) Sebagai
media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
3) Sebagai
sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan
dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
b. Pemberian
Kapsul Vitamin A
Vitamin A
adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk
kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk
melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya
perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan
banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan
sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A
terdiri dari 2 jenis :
1) Kapsul
vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu
kali dalam satu tahun
2) Kapsul
vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan
vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada
selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan
Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target
pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan
terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga
menengah kebawah.
c. Pelayanan Posyandu
Posyandu
merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun
jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1) Penimbangan
berat badan
2) Penentuan
status pertumbuhan
3) Penyuluhan
4) Jika
ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan
deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke
Puskesmas.
d. manajemen
terpadu balita sakit
Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana
balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara
menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat
jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes,
Poskesdes, dll).
Bila
dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan
balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan
upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering
terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan
MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan
angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan
MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1) Meningkatkan
ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain
dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien
asalkan sudah dilatih).
2) Memperbaiki
sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali
pemeriksaan MTBS).
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini
dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
1) Manajemen
Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan
bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan
gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan
pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam
manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap
penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang,
gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan
saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian
ASI.
2) Manajemen
Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan
pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini
sama seperti manajemen terpadu bayi
muda, yaitu penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat
kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian
pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini,
dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau
menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar
bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan
anemia ).
Sebagai
upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen
kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan
Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) yang mulai dikembangkan di Indonesia
sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
3) Memperbaiki
praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam
pelayanan kesehatan).
e. Pelayanan
Immunisasi
Imunisasi
adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak
sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari
infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis
(batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan
terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena
Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Vaksin yang di gunakan
adalah :
1)
BCG
: Untuk mencegah penyakit tuberkulosis
2)
Polio
oral vaksin : Untuk mencegah penyakit polio
3)
DPT
: Untuk mencegah penyakit Difteri, Pertuis, dan Tetanus
4)
Hepatitis
B : Untuk mencegah penyakit Hepatitis B
5)
Campak
: Untuk mencegah penyakit Campak
Imunisasi
bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah
tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak
dan hepatitis.
Imunisasi
dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit.
f. Konseling
pada keluarga balita
Konseling
yang dapat diberikan adalah :
1) Pemberian
makanan bergizi pada bayi dan balita
2) Pemberian
makanan bayi
3) Mengatur
makanan anak usia 1-5 tahun.
4) Pemeriksaan
rutin/berkala terhadap bayi dan balita
5) peningkatan
kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak
balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelayanan kesehatan bayi adalah
pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah
lahir.
Pelaksana pelayanan
kesehatan bayi :
5.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
6.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
7.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
8.
Kunjungan
bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Pelayanan kesehatan pada bayi tersebut
meliputi :
f.
Pemberian
imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2,3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum
bayi berusia 1 tahun
g.
Stimulasi
deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDDTK)
h.
Pemberian
vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
i.
Konseling
ASI ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
j.
Penanaganan
dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan
perawat.
Lima
tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa
keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan,
berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal
pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah
yang lebih berat.
Pelayanan
kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan
pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS.
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan
yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke
sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam
setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.
3. Pemberian
Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan
dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan
anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan agar
makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang pelayanan kesehatan
pada bayi dan balita.
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi
penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun
makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di kemudian hari