MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM
MASYARAKAT
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
NAMA ANGGOTA:
RISNA WAHYUNI
11211084
TINGKAT : IIA
DOSEN PEMIMBING : ETY APRIYANTI. SKM
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
PRODI DIII KEBIDANAN
TA. 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah sehingga penulisan makalah
ini yang berjudul “Pendidikan Kesehatan
Dalam Masyarakat”dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Apapun yang kami sajikan semoga
selalu bermanfaat bagi para pembacanya.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi
orang-orang yang telah berjasa membatu
dalam pembuatan makalah ini. Karna berkat merekalah dapat terciptanya
makalah ini.maka kami terima kasih kepada :
1. Dosen
pemimbing mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakatan Ibu Ety Apriyanti, S.KM yang telah memimbing kami dalam mata kuliah
ini.
2. Orang
tua yang telah memberikan fasilitas kepada kami sehingga mempermudah dalam
pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman
yang turut membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan baik isi maupun teknik penulisan.
untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan.
Padang,
25 April 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun
1992 memberikan batasan : kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secar sosial dan ekonomi.
Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan
batasan sebelum mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik,
mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan
yang terdahulu, kesehatan itu hanya mencangkup tiga aspek, yakni: fisik,
mental, dan sosial, tetapi menurut
Undang-Undang No. 23/1992, kesehatan itu mencangkup 4 aspek yakni fisik
(badan), mental ( jiwa), sosial, dan ekonomi.
Hal ini berarti kesehatan seseorang
tidak hanya di ukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga di
ukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan
secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi
yang sudah bekerja (pensiun) atau usila (usia lanjut), berlaku produktif secara
sosial, yakni mempunyai kegiatan, misalnya sekolah atau kuliah bagi anak dan
remaja, dan kegiatan pelayanan sosial bagi usila. Keempat dimensi kesehatan
tersebut saling mempengaruhi dalam mengeujudkan tingkat kesehatan pada
seseorang, kelompok, atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan itu
bersifat holistik atau menyeluruh. Wujud atau indikator dari masing-masing
aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut:
1.
Kesehatan
fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis
tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada
gangguan fungsi tubuh.
2.
Kesehatan
mental (jiwa) mencangkup 3 komponen, yakni:
a.
Pikiran
yang sehat tercermin dari cara berpikir seseorang, yakni mampu berpikir logis
(masuk akal) atau berpikir secara runtut.
b.
Emosional
yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengepresikan emosinya,
misalnya takut, gembira, khawatir, sedih, dan sebagainya.
c.
Spiritual
yang sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengepresikan rasa syukur,
pujian, atau penyembahan terhadap sang pencipta alam dan seisinya (Allah Yang
Maha Kuasa). Secara mudah spiritual yang sehat itu dapat dilihat dari praktik
keagamaan atau kepercayaannya, serta perbuatan baik yang sesuai dengan
norma-norma masyarakat.
3.
Kesehatan
sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara
baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tampa membedakan
ras, suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, saling menghargai dan toeransi.
4.
Kesehatan
dari aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong secara
finansial. Bagi anak, remaja, dan usila dengan sendirinya batasan ini tidak
berlaku. Bagi mereka, produktif disini diartikan, mempunyai kegiatan yang
berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa
dan mahsiswa, dan kegiatan pelayanan keagamaan bagi par usila.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun dari latar belakang di atas yang
menunjukkan tentang konsep dasar dari kesehatan itu apa dan apa itu kesehatan
secara umum menurut organisasi internasional dan dari latar belakang di atas dapat
di ambil apa rumusan masalah dari makalah ini yaitu apa itu pendidikan
kesehatan dalam masyarakat?.
C.
Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui apa itu pendidikan kesehatan dalam
masyarakat
Tujuan khusus
1.
Menambah
pengetahuan kita tentang apa itu pendidikan kesehatan masyarakt
2.
Sebagai
acuan nilai bagi penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN KESEHATAN
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN
Menurut (Notoatmodjo. S,
2003: 20) pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sedang dalam
keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan
yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.
B.
Tujuan
Pendidikan Kesehatan
Secara umum, tujuan dari
pendidikan kesehatan ialah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo S, 2003:21).
C.
Ruang Lingkup
Pendidikan Kesehatan
Menurut (
Notoatmodjo. S, 2003: 27 ) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain: dimensi aspek kesehatan, dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan
pendidikan kesehatan,dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
a. Aspek Kesehatan
Telah menjadi
kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu
mencakup empat aspek pokok yaitu:
1. Promosi
( promotif )
2. Pencegahan
( preventif )
3. Penyembuhan
( kuratif )
4. Pemulihan
( rehabilitatif )
b. Tempat Pelaksanaan Pendidikan
Kesehatan
Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan
kesehatan dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu:
1.
Pendidikan kesehatan pada tatanan
keluarga (rumah tangga)
2.
Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah,
dilakukan di sekolah dengan sasaran
murid.
3.
Pendidikan
kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang
bersangkutan.
4.
Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, yang
mencakup terminal bus, stasiun, bandar udara, tempat-tempat olahraga, dan
sebagainya.
5.
Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik rumah bersalin, dan
sebagainya.
c. Tingkat
Pelayanan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan
kesehatan pendidikan kesehatan
dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat
pencegahan dari leavel and clark, sebagai berikut;
1. Promosi kesehatan seperti
peningkatan gizi, kebiasaan hidup dan perbaikan sanitasi lingkungan.
2. Perlindungan khusus seperti
adanya program imunisasi.
3. Diagnosis Dini dan Pengobatan
Segera.
d. Pembatasan
Cacat yaitu seperti kurangnya pengertian dan
kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit seringkali
mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas, sedang
pengobatan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan orang yang ber sangkutan
menjadi cacat.
e. Rehabilitasi (pemulihan).
D.
Metode
dalam Pendidikan Kesehatan
Menurut ( Notoatmodjo S, 2003:56 ) metode
pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dengan kata lain,
dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap
perubahan sikap sasaran. Didalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju
tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan sikap dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti, faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping
masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau
alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka
faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Metode pembelajaran
dalam pendidikan kesehatan dapat berupa:
1.
Metode pendidikan Individual
(perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan
dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran,
penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1)
Merupakan bagian dari bimbingan
dan penyuluhan
2)
Menggali informasi mengapa ia
tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang
sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang
kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2.
Metode pendidikan Kelompok
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar
atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung
pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah.
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli
atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga
saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak
ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat,
pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga
diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi
kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada
komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap
anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi
pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan
atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi
satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi
dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi
seluruh kelas.
4) Kelompok
kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi
menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan
sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari
kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa anggota kelompok
ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu,
misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan
anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan
bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan
diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti
permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan
menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi
pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber.
3.
Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu,
misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan
lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan
massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga
merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo”
di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk
pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu
siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan
sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard
”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
E.
Alat
Bantu Pendidikan Kesehatan
Menurut ( Notoatmodjo. S,
2003: 62 ) alat bantu pendidikan kesehatan adalah alat-alat yang
digunakan oleh pendidik dalam penyampaian bahan pendidikan yang
biasa dikenal sebagai alat peraga pengajaran yang berfungsi untuk membantu
dan memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan, yang kemudian dapat
memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu tersebut.
Alat bantu dan media pendidikan
kesehatan
1.
Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam
menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga.
Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan
sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam
suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai
intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field
trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan,
kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang
efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima
kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para
pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra,
yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang
lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan
13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa
alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi
atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan
akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
2.
Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan
kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual
aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat
saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut
digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi
masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan
(media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan
(bill board)
a.
Media cetak
1)
Booklet :
untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2)
Leaflet :
melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3)
Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4)
Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam
bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya
berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5)
Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan,
atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6)
Poster ialah
bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya
ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7)
Foto, yang
mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b.
Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya
jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk
obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi
kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
6) Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di
tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi –
informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis
pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
F. Pendidikan
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Dalam rangka upaya meningkatkan dn
memelihara kesehatan, intervensi yang dilakukan terhadap faktor perilaku
merupakan langkah yang strategis. Intervensi tersebut secara umum dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni melalui tekanan (enforcement) dan
pendidikan (education).
1.
Tekanan (enforcement)
Upaya ini dilakukan agar individu,
keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan,
paksaan, penerapan undang-undang atau peraturan-peraturan (law enforcement),
instruksi-instruksi, sanksi, dan sebagainya. Metode ini dan menimbulkan
perubahan perilaku yang diinginkan dengan cepat, akan tetapi pada umumnya
perubahan tersebut tidak bertahan. Hal ini disebabkan karena perilaku tidak
didasari oleh pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan perilaku tersebut
dilaksanakan.
2.
Pendidikan (education)
Upaya ini dilakukan agar individu,
keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara
persuasif, himbauan bujukan, arahan, saran, pemberian informasi, an sebagainya
melalui kegiatan yang disebut pendidikan dan atau penyuluhan kesehatan. Dampak
kegiatan ini terhadap perilaku yang diinginkan membutuhkan waktu yang lama,
akan tetapi ketika perilaku kesehatan tersebut telah berhasil diadopsi dengan
baik maka perilaku tersebut akan bersifat menetap. Hal ini disebabkan karena
perilaku didasari oleh pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan perilaku
tersebut dilaksanakan. Agar upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan
pendidikan perlu dilakukan terlebih dahulu analisis terhadap masalah yang
mendasari pada perilaku awal, dengan mengarahkan intervensi pada faktor yang
mempengaruhi (determinan) perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980), perilaku
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni :
a.
Predisposing factor (faktor
mendasar) ; pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan yang dianut masyarakat, sistem nilai sosial, tingkat pendidikan dan
ekonomi, dan sebagainya.
b.
Enabling factor (faktor pemungkin) ;
ketersediaan fasilitas kesehatan, ketersediaan dan ketahanan pangan tingkat
rumah tangga, dan sebagainya.
c.
Reinforcing factor (faktor penguat)
; sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama serta petugas kesehatan,
undang-undang dan atau aturan-aturan yang terkait dengan kesehatan, dan
sebagainya.
Prilaku dan proses perubahan
1.
Predisposisi ; Pengetahuan, sikap,
nilai, kebiasaan)
|
2.
Enabling ; sarana & sumber
daya
|
3.
Reinforcing ; Sikap & perilaku
petugas
|
4.
Penyuluhan
|
5.
Pemberdayaan Masyarakat
|
6.
Pelatihan
Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan
bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan
semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan
respons-respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan
keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll.
Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau
emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang
mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena
sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya
hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya
tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan
tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti
atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh :
Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian
memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih
baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan
lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana
manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa
sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya, maupun aktif (tindakan)
yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku
terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan
penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan
nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang
dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan
tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud
dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas, petugas dan
obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri
(dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang
sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
(health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health
behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih
makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk
merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit,
termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,
penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala
tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain,
terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya.
|
G.
Batasan pendidikan / promosi
kesehatan
Pendidikan secara umum merupakan
segala upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan
hal-hal yang diharapkan pendidik. WHO (1984), memberi batasan bahwa pendidikan
kesehatan merupakan proses membuat individu/masyarakat mampu mengontrol dan
memperbaiki kesehatannya. Sedangkan menurut Wood (1926), menekankan bahwa pendidikan
kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh terhadap pengetahuan,
sikap dan kebiasaan / perilaku yang berhubungan dgn kesehatan perorangan dan
masyarakat. Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan
proses perkembangan yang dinamis (menerima/menolak informasi), sikap maupun
perilaku baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat.
Output yang diharapkan dari
pendidikan khususnya pendidikan kesehatan adalah terbentuknya perilaku baru
yang sesuai dengan harapan pendidikan yang bermanfaat dan memberikan nilai bagi
upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Beberapa dimensi perilaku
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Perubahan Perilaku ; Perilaku
individu, keluarga dan masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan
diubah menjadi perilaku yag mengandung nilai-nilai kesehatan, atau dari
perilaku negatif ke perilaku positisif. Misalnya kebiasaan merokok, minum
minuman keras, ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas
kesehatan, termasuk bermalasan-malasan juga merupakan salah satu perilaku yang
harus diubah, dan sebagainya.
2.
Pembinaan Perilaku ; Pembinaan ini
ditujukan kepada perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang sudah sehat
agar dipertahankan. Misalnya olahraga teratur, makan dengan menu seimbang,
membuang sampah pada tempatnya, dan sebagainya.
3.
Pengembangan Perilaku ; pengembangan
perilaku sehat ditujukan membiasakan hidup sehat pada usia dini. Misalnya
membiasakan anak untuk mencuci angan sebelum makan dan setelah melakukan
aktifitas fisik, mengosok gigi dan mandi secara teratur, dan sebagainya.
Dari uraian diatas, secara konsep pendidikan kesehatan merupakan
upaya untuk mempengaruhi individu, keluarga dan masyarakat agar melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan
kesehatan adalah upaya untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (psikomotorik) kepada individu,
keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan dan memelihata kesehatannya secara mandiri.
Dalam pelaksanaan pendidikan
kesehatan selama bertahun-tahun, mengalami beberapa kendala dalam
mengintervensi faktor perilaku. Hambatan yang paling dirasakan adalah upaya
intervensi pada faktor pendukung dari perilaku itu sendiri (enabling factor)
antara lain penyediaan sarana dan prasarana sebagai konsekuensi dari upaya
perubahan perilaku. Maka dari itu dilakukanlah upaya promosi kesehatan yang
merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan masa lampau, dimana dalam
promosi kesehatan bukan hanya proses pemberian dan/atau peningkatan
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan kesehatan saja, tetapi juga disertai
upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku tersebut dalam bentuk penyediaan
sarana dan prasarana.
WHO merumuskan bahwa “Health
promotion is the process of enabling people to control over and improve their
health. To reach a state of complete physical, mental, and social well-being,
and individual or group must be able to identify and realize aspiration, to
satisfy needs, and to charge or cope with the environment” (Ottawa Charter,
1986). Atau Promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan
orang (individu dan masyarakat) untuk mengontrol/memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Selain itu untuk mencapai keadaan yang sejahtera (fisik, mental,
dan sosial), maka individu/masyarakat harus mampu mengidentifikasi dan
mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi lingkungannya
(Piagam Ottawa, 1986).
Hal ini berarti bahwa promosi
kesehatan tidak hanya berkonsentrasi pada peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan saja tetapi lebih dari itu promosi kesehatan merupakan upaya
kesehatan yang dirancang untuk membawa perbaikan , dalam diri indivdu, keluarga
dan masyarakat dengan mempertimbangkan aspek penyehatan lingkungan (fisik,
biologi, sosial budaya, politik dan sebagainya) dalam rangka meningkatkan dan
memelihara kesehatan mereka.
H.
Visi, misi, dan strategi
Visi dalam konteks ini adalah apa
yang diinginkan dalam pendidikan / promosi kesehatan sebagai penunjang program
kesehatan lainnya. Visi tersebut tidak terlepas dari konsep WHO maupun yang
tertuang dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yakni meningkatkan
kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan mereka baik fisik, mental, sosial maupun spiritual sehinga produktif
secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai visi tersebut, perlu
langkah-langkah tertentu yang disebut misi. Misi pendidikan/ promosi kesehatan
dapat dirumuskan menjadi 3 (tiga) butir yakni :
1.
Advocate (mempengaruhi) ; kegiaatan
ini ditujukan kepada para pembuat keputusan, di berbagai sektor yang terkait
dengan program kesehatan. Hal ini dilakukan agar mereka mempercayai dan
meyakini bahwa program yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan
politik.
2.
Mediate (menjembatani) ; melihat
keterkaitan kesehatan dengan berbagai sektor, maka perlu menjalin kemitraan
baik antar progran dalam sektor kesehatan maupun dengan berbagai sektor yang
terkait diluar kesehatan.
3.
Enable (memampukan) ; memberikan
keterampilan kepada individu, keluarga dan masyarakat terkait nilai-nilai
kesehatan agar mereka mampu secara mandiri untuk mengusahakan kesehatannya.
Berdasarkan rumusan visi dan misi
tersebut, maka untuk ketercapaian secara efektif dan efisien diperlukan
pendekatan strategis. Strategi global promosi kesehatan menurut WHO adalah
melalui advocate (mempengaruhi), social support (dukungan sosial) dan empowerment
(pemberdayaan masyarakat). Sedangkan strategi promosi kesehatan berdasarkan
Piagam Ottawa (Ottawa Charter) dikelompokkan menjadi 5 (lima) butir :
1.
Kebijakan berwawasan kesehatan
(health public policy)
2.
Lingkungan yang mendukung
(environment supportive)
3.
Reorientasi pelayanan kesehatan
(reoriented health service)
4.
Keterampilan individu (personal
skill)
5.
Gerakan masyarakat (community
action)
I.
Sasaran dan tujuan
Sasaran utama pendidikan / promosi
kesehatan adalah masyarakat khususnya perilaku masyarakat. Berdasarkan tahapan
upaya promosi kesehatan, maka sasaran digolongkan dalan 3 (tiga) kelompok yaitu
:
1.
Sasaran Primer ; ditujukan kepada
masyarakat langsung sebagai objek program, misalnya ibu hamil dan menyusui
(untuk progran KIA/KB) ataupun anak sekolah (untuk program kesehatan remaja).
Upaya ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).
2.
Sasaran Sekunder ; ditujukan kepada
para tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan harapan agar menjadi jembatan
dalam penyebarluasan informasi kesehatan. Upaya ini sejalan dengan strategi
dukungan sosial (social support).
3.
Sasaran Tersier ; ditujukan kepada
para pembuat kebijakan terkait kesehatan dengan harapan agar kebijakan atau
kepuusan yang dihasilkan berdampak positif terhadap kesehatan. Upaya ini sejalan
dengan strategi mempengaruhi (advocate).
J. Pola
dasar dan indikator kesehatan
Kesehatan adalah suatua hal yang
kontinum, yang berada dari titik ujung sehat walafiat sampai dengan
titikpangkal sakit serius. Oleh fashel dan bush (1970) yang berdasarkan
uraiannya pada definisi parson menjabarkan kesehatan ke dalam 11 tingkatan atau
keadaan. Dari 11 tingkatan tersebut, mereka sakaligus membuat
indikator-indikatornya sebagaiman diuraikan dibawah:
1)
Well
being (sehat sempurna)
Pada keadaan ini individu bebas gejala,
keadaan kesehatannya sesuai dengan definisi sehat WHO, yaitu: sehat fisik, mental,
sosial, dan ekonomi.
2)
Dissatisfaction
(kurang memuaskan)
Keadaan kesehatan individu dalam
batas-batas tertentu dapat diterima, namun ada penyimpangan ringan dari keadaan
well being, misalnya caries dentis.
3)
Discomfort
(tidak nyaman)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan
tanpa pengurangan, walaupun beberapa gejalamulai tampak.
4)
Minor
disability ( ketidakmampuan minor)
Aktivitas sehari-hari dapat
dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna karena adanya gangguan kesehatan.
5)
Mayor
disability (ketidakmampuan mayor)
Aktivitas sehari-hari masih dapat
dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna
6)
Disabled
(cacat)
Individu tidaka mampu melaksanakan
kegiatan sehari-harinya, tetapi masih bisa bergerak bebas dalam masyarakat.
7)
Confined
(terbatas)
Individu berada di tempat tidur tetapi
tidak masuk rumah sakit (dirawat)
8)
Confined
+ bedridden ( tinggal di tempat tidur)
Kemampuan kegiatan individu hanya
terbatas di tempat tidurnya.
9)
Isolated
(terisolasi)
Individu terpisah dari sanak keluarga
dan kawan-kawan (dirawat)
10) Coma
Individu hampir mati, namun ada
kemungkinan bisa sembuhdan jadi lebih sehat lagi.
11) Mati
Individu tidak mampu sama sekali.
Status fungsional oleh bush dan
kawan-kawan dititik beratkan pada 3 ciri khas dari keadaan fungsional, yaitu:
pergerakkan badan, mobilitas, dan aktivitas peranan utama (major role
activities)
Yang terakhir ini major role activity,
merupakan ciri paling khas dari definisi sosio-kultural tentang kesehatan dan
penyakit, karena berhubungan erat dengan sifat-sifat sosial, sedangkan
pergerakan badan dan morbiditas tidak. Indeks fungsi status dianggap sebagai
ukuran sosio-kultural mengenai kesehatan/ penyakit yang tidak bisa di terima.
Indeks fungsi status terdiri dari skala
yang memperhitungkan
·
Pergerakan
badan (body movement)
·
Mobilitas
( mobility), dan
·
Aktivitas
peran utama (major role activity)
Tiap skala terdiri dari 4 – 5 tingkata,
misalnya skala peranan/kegiatan yang lain, diperinci sebagai berikut:
1)
Pertolongan
dibutuhkan dan juga kegiatan pemeliharaan kesehatan siri.
2)
Tidak
ada kegiatan utama, namun ada kegiatan pemeliharaan kesehatan diri.
3)
Ada
kegiatan utama dengan batasan-batasannya.
4)
Ada/
kegiatan utama tetapi terbatas pada kegiatan lain.
5)
Ada
kegiatan utama dan kegiatan lain.
Indeks status fungsi merupakan indikator
rehabilitas validai dari definisi sosio-kultural kesehatan.
K. Upaya
kesehatan
Upaya kesehatan ialah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah
dan/atau masayarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini, baik
kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat, harus di upayakan. Upaya
mengwujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok masyarakt, lembaga
pemerintahan, ataupun swadaya masyarakt (LSM). Upaya mengwujudkan kesehtan
tersebut, dpat dilihat dari 2 aspek, yakni pemeliharaan kesehatan dan
peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencangkup 2 aspek, yaitu aspek
kuratif (pengobatan penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan
setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan
mencangkup 2 aspek, aspek preventif (pencegahan penyakit) dan aspek promotif
(peningkatan kesehatan itu sendiri). Kesehatan perlu ditingkatkan karen
kesehatan itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas. Oleh sebab itu upaya
kesehatan promotif mengandung makana bahwa kesehatan seseorang, kelompok
individu, harus selalu diupayakan sampai tingkat yang optimal.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana
kesehatan. Jadi sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan
pada umumnya debedakan menjdi 3:
1.
Sarana
pemeliharaan kesehatan primer
Sarana atau pelayanan kesehatan bagi
kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah sarana
yang paling dekat pada masyarakat, artinya, pelayanan kesehatan paling perrtama
yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya puskesmas, poliklinik,
dokter praktik swasta, dan sebagainya.
2.
Sarana
pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care)
Sarana atau pelayanan kesehatan rujukan
bagi kasus-kasus tau penyakit-penyakit dari sarana pelayanan kesehatan primer.
Artinya, sarana pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak atau
belum bisa di tangani oleh sarana ada. Misalnya puskesmas rawat inap (puskesmas
pusat), rumah sakit kabupaten, rumah sakit tipe D dan C, dan rumah bersalin.
3.
Sarana
pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi
kasus-kasus yang tidak dapat di tangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan
primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya rumah sakit provinsi, rumah
sakit tipe B dan A.
Sarana pelayanan kesehatan primer
disamping melakukan pelayanan kuratif, juga melakukan pelayana rehabilitatif,
preventif, dan promotif. Oleh sebab itu puskesmas, dikatakan melakukan
pelayanan kesehatan yang komprehensif (preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif). Berdasarkan 4 dimensi kesehatan, yakni: fisik, mental, sosial
dan ekonomi, maka pelayanan kesehatan tersebut harus juga melakukan pelayanan
kesehatan fisik, mental, sosial, dan ekonomi. Dalam realisasi sosial memang
keempat aspek tersebut sulit dipisahkan, oleh karena itu pelayanan kesehatan
yang baik adalah bersifat holistik, artinya mencakup keempat jenis pelayanan
kesehatan tersebut.
L. Kesehatan
masyarakat
Secara umum kesehatan masyarakat
dikelompokkan enjadi 2, yakni kesehatan individu dan kesehatan agrerat
(kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang mempelajari masalah
kesehatan agrerat adalah ilmu kesehatan masyarakat(public health). Perbedaan
antara kedua disiplin ilmu kesehatan ini antara lain sebagai berikut:
1.
Objek
atau sasaran ilmu kedokteran adalah individu sedangkan objek ilmu kesehatan
masyarakat adalah masyarakat. Dengan kata lain, pasien kedokteran adalah
individu yang sakit, sedangkan pasien kesehatan masyarakt adalah masyarakat
terutama yang sehat.
2.
Kedokteran
lebih memfokuskan pelayanan pada kuratif dan rehabilitatif, sedangkan ilmu
kesehatan masyarakat lebih memfokuskan pelayanan pada aspek preventif dan
promotif
3.
Keberhasilan
kedokteran apabila individu sembuh dari penyakit dan pulih kesehatannya.
Sedangkan keberhasilan ilmu kesehatan masyarakat adalah apabila kesejahteraan
masyarakat meningkat.
4.
Indikator
kesehatan individu/kedokteran adalah bebas dari penyakit/tidak sakit, tidak
cacat, dan produktif, sedangkan indikator kesehatan masyarakat antara lain
angka kematian bayi, angka kematian karena melahirkan, mortalitas (angka
kematian penduduk), morbiditas (angka kesakitan penduduk).
Sadari pengalaman-pengalaman praktik
kesehatan masyarakat telah berjalan sampai abad ke-20, winslow (1920) seorang
ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan yang sampai sekarang masih relevan,
yaitu: kesehatan masyarakat(public health) adalah ilmu dan seni mencegah
penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk:
1)
Perbaikan
sanitasi lingkungan
2)
Pembersihan
penyakit-penyakit menular
3)
Pendidikan
untuk kebersihan perorangan (personal hygiene)
4)
Pengorganisasian
pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta pengobatan,
dan
5)
Pengembangan
rekayasa sosial untuk menjamin agar setiap orang terpenuhi kebutuhan hidupnya
yang layak dalam memelihara kesehatan.
Dari batasan-batasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai 2 aspek teoritis (ilmu atau
akademi) dan praktisi (aplikasi). Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran
dalam kesehatan masyarakat perlu didasari dan perlu di dukung dengan hasil
penelitian. Artinya, dalam penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi)
harus didasari dengan temuan (avident based) dan hasil kajian ilmiah
(penelitian). Sebaliknya, kesehatan masyarakat juga harus terapan (aplied),
artinya, hasil studi kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi
pengembangan program kesehatan.
Dilihat dari ruang lingkup atau bidang
garapannya, kesehatan masyarakat tersebut mencangkup kesehatan/sanitasi
lingkungan, pemberantasan penyakit menular yang tidak terlepas dari
epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan, dan
sebagainya. Sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan di masyarakat, maka
kesehatan masyarakat sampai dewasa ini mencangkup epidemiologi dan biostatistik, sebagai “toll” analisis
masalah-masalah kesehatan masyarakat. Kemudian komponen yang lain antara
lainkesehhatan lingkungan, kesehatan kerja, gizi masyarakat, administrasi
kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan, dan sebagainya.
Secara umum ilmu tentang kesehatan dikelompokkan
menjadi dua disiplin ilmu, yakni kesehatan individu (medicine/kedokteran) dan
kesehatan masyarakat (public health). Beberapa perbedaan antara kedua disiplin
ilmu tersebut antara lain sebagai berikut :
Medicine
|
Public Health
|
|
Individu
|
Sasaran
|
Masyarakat
|
Kuratif & Rehabilitatif
|
Pelayanan Kesehatan
|
Promotif & Preventif
|
Tidak ada keluhan sakit,
Tidak cacat
|
Indikator
|
Angka Kematian
Angka Kesakitan
|
Sembuh dari penyakit,
Kesehatan pulih kembali
|
Output/Keberhasilan
|
Kesejahteraan masyarakat meningkat
|
Winslow (1920) seorang ahli
kesehatan masyarakat, membuat definisi tentang kesehatan masyarakat yakni :
kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang
hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat untuk :
1. perbaikan
sanitasi lingkungan
2.
pemberantasan penyakit-penyakit
menular
3.
pendidikan untuk kebersihan
perorangan (personal hygiene)
4.
pengorganisasian pelayanan-pelayanan
medis dan perawatan untuk diagnosa dini dan pengobatan
5. pengembangan
rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang
layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai 2 (dua) aspek yakni ilmu
(teoritis) dan seni (praktis). Artinya bahwa dalam penyelenggaraan kasehatan
masyarakat harus didasari teori yang mendukung, begitupun juga bahwa kesehatan
masyarakat (terapan) harus mempunyai manfaat program pengembangan kesehatan itu
sendiri. Dilihat dari rang lingkup atau bidang kajiannya, kesehatan mencakup
sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit, epidemiologi, pendidikan
kesehatan, manajemen kesehatan, dan sebagainya.
M. Peran
pendidikan kesehatan dalam kesehatan masyarakat
Kesehatan merupakan hasil interaksi
berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor
eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal itu terdiri dari faktor fisik
dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial,
budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan
sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik
individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 (blum. 1974).
Berdasarkan urutan besarnya (pengaruhnya) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Lingkungan
yang mencangkup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
sebagainya.
2.
Perilaku
3.
Pelayanan
kesehatan, dan
4.
Hereditas
(keturunan)
Pemeliharaan dan peningkatan kesehtan
masyarakat hendaknya juga dialamatkan kepada 4 faktor tersebut. Dengan kata
lain intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4,
yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan, dan
herediter.
Intervensi terhadap faktor lingkungan
fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi
terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam bentuk
program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat,
penstabilan politik dan keamanan dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor
pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan perbaikan fasilitas
kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas
antara lain dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu
hamil. De ngan gizi yang baik ibu hamil
akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaliknya ibu hamil yang kurang
gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit-sakitan,dan
bosoh. Sisamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang mempunyai faktor
resiko menurunkan penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi
terutama terhadap faktor prilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lain
(lingkungan, pelayanan kesehatan dan herediter) juga memerlukan intervensi
pendidikan kesehatan. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Peran
pendidikan kesehatan dalm faktor lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan dan
lingkungan yang dibangunoleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM.
Banyak pula proyek pengadaan sarana sanitasi lingkungan dibangun untuk
masyarakat, misalnyanyajamban (kakus, WC) keluarga, jamban umum, MCK (sarana
mandi, cuci, dan kakus), tempat sampah, dan sebagainya.Namun
karena perilaku masyarakat sarana,atau fasilitas sanitasi tersebut,kurang atau
tidak dimanfaatkan atau tida dipelihara sebagi mestinya. Agar sarana sanitasi
lingkungan tersebut dapat dimanfaatkan dan dipelihara secara optimal, maka
perlu didalam pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Demikian pula dengan
lingkungan non fisik, akibat masalah-masalah sosial banyak warga masyarakat
yang menderita stress dan gangguan jiwa. Oleh karena itu baik dalam memperbaik
masalah sosial maupun dalam menangani akibat masalah sosial (stres dan gangguan
jiwa) diperlukan pendidikan kesehatan.
2.
Peran pendidikan
kesehatan dalam perilaku
Pendidikan
kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat
yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar
masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan
meraka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan
mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana
sakit, dan sebagainya. Kesadaran
masyarakat tentang kesehatan disebut “melek kesehatan” (health literacy). Lebih
dari itu, pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai “melek
kesehatan” pada masyarakat saja, namun yang lebih penting ialah mencapai
perilaku kesehatan (health behavior). Kesehatan bukan hanya diketahui atau
disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus
dikerjakan/dilaksanankan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini
berarti bahwa tujuan akhir dari pendidikan
kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktekan hidup sehat bagi
dirinya sendiri dan masyarakat atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat
(health life style).
3.
Peran pendidikan
kesehatan dalam pelayanan kesehatan
Dalam
rangka perbaikan kesehatan masyarakat,pemerintah Indonesia dalam hal ini
Departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat
(puskesmas). Tidak kurang dari 7.000 puskemas tersebar diseluruh Indonesia.
Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum optimal.
4.
Peran pendidikan
kesehatan dalam faktor hereditas
Orang
tua, khususnya ibu faktor yang sangat penting dalam mewariskan status kesehatan
kepada anak-anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan mewariskan
kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Sebaliknya kesehatan orang tua,
khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan
yang rendah pula kepada anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu,
bukan hanya karna sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan
karena orang tua atau ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara
kesehatannya atau tidak tahu makanan yang bergizi yang harus dimakan. Oleh
karna itu pendidikan kesehatan diperlukan pada kelompok ini, agar masyarakat
atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan
yang baik kepada keturunan mereka.
Disamping itu, banyak penyakit yang
dapat diturunkan kepada anak oleh orang tuanya,baik ayah ataupun ibu. Bagi
kelompok masyarakat yang beresiko menderita penyakit keturunan (misalnya
asma,rematik, jantung koroner dan sebagainya) harus diberikan pengertian
sehubungan dengan penyakit-penyakit tersebut agar lebih berhati-hati dan
mengurangi akibat serius dari penyakit tersebut.
Upaya peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan hendaknya dilakukan dengan mengintervensi keempat faktor yang
mempengaruhi kesehatan tersebut. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu
bentuk intervensi terhadap faktor perilaku. namun demikian, ketiga faktor
lainnya (lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan) juga memerlukan
intervensi pendidikan kesehatan, karena apabila kita mencermati lebih jauh
lagi, masing-masing faktor punya keterkaitan dengan perilaku manusia, misalnya
: perilaku masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sarana sanitasi
lingkungan, perilaku masyarakat dalam mengupayakan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatannya, keadaran dan praktek hidup sehat dalam mewariskan nilai dan
status kesehatan bagi anak atau keturunannya. Itulah sebabnya pendidikan
kesehatan selalu terkait dengan upaya untuk memodifikasi perilaku individu,
kelompok dan masyarakat dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat.
Semua ahli kesehatan masyarakat
dalam membicarakan status kasehatan mengacu kepada HL. Blum. Dari hasil
penelitiannya di Amerika Serikat, salah satu negara yang sudah maju, HL-Blum
menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status
kesehatan; kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan,
dan keturunan yang mempunyai andil yang paling kecil terhadap status
kesehatan.
Bagaimana proporsi pengarah
faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan di negara-negara berkembang,
terutama di Indonesia, belum ada penelitian. Apabila dilakukan penelitian maka
mungkin perilaku mempunyai kontribusi yang lebih besar. Penelitian penulis di
kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur tentang status gizi anak balita dengan
menggunakan analisis stepwise, terbukti bahwa variabel perilaku terseleksi,
sedangkan variabel pendapatan perkapita (ekonomi) tidak terseleksi. Meskipun
variabel ekonomi di sini belum mewakili seluruh variabel lingkungan, tetapi
paling tidak pengarah perilaku lebih besar dan variabel-variabel lain.
Selanjutnya Lewrence Green
menjelaskan bahwa perilaku dilatar-belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor
pokok, yaitu:
- Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors seperti Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Tradisi, Nilai, Dsb),
- Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors seperti Ketersediaan Sumber-sumber/Fasilitas )
- Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors seperti Sikap dan Perilaku Petugas ).
Oleh sebab itu pendidikan kesehatan
sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor
pokok tersebut. Skema dari Blum Green tersebut itu dimodifikasi seperti pada
Bagan di bawah ini:
Bagan skema Hubungan Status
Kesehatan, Perilaku, Dan Pendidikan Kesehatan
Dari Bagan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku
sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk
menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan.
N.
Prinsip Pendidikan Kesehatan
Semua petugas kesehatan telah
mengakui bahwa pendidikan kssehatan itu penting untuk menunjang program-program
kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan ini tidaklah
didukung oleh kenyataan. Artinya, dalam program-program pelayanan kesehatan
kurang dilibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu mungkin telah
melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi kurang berbobot. Argumentasi mereka
adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan
hasil.
Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi
masyarakat, dan yang mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena
pendidikan adalah adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil
investasi pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian.
Dalam waktu yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan hanya
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan
peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh terhadap indikator
kesehatan.
Pengetahuan kesehatan akan
berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermedíate impact)
dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh
kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome)
pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda dengan program kesehatan yang lain,
terutama program pengobatan yang dapat langsung memberikan hasil (immediate
impact) terhadap penurunan kesakitan.
O.
Proses belajar dalam pendidikan
/promosi kesehatan
1. Arti dan Lingkup Belajar
a. Arti Belajar
Pendidikan tidak terlepas dari
rangkaian proses belajar, karena proses belajar itu dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Ada beberapa batasan tentang proses belajar yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya Hudgins Cs (1982) yang mengemukakan bahwa belajar
sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku yang diakibatkan adanya pengalaman.
M. Sobri Sutikno (2007), berpendapat bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman
dalam interaksi dengan lingkungan, sedangkan Notoatmodjo (2003), menyatakan
bahwa belajar adalah usaha untuk menguasai sesuatu yang berguna untuk
kehidupan, atau dengan kata lain bahwa belajar merupakan Proses perubahan serta peningkatan kuantitas dan kualitas tingkah laku
sebagai akibat interaksi dengan lingkungan.
b. Ciri-ciri
Belajar
Kegiatan belajar dapat terjadi
dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Pada dasarnya, kegiatan belajar
mempunyai ciri-ciri :
a)
Menghasilkan perubahan pada diri
individu ataupun kelompok yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial
b)
Perubahan tersebut diperoleh karena
kemampuan baru yang diperoleh individu ataupun kelompok yang sedang belajar,
yang berlaku untuk waktu yang relatif lama
c)
Perubahan-perubahan tersebut terjadi
kare adanya usaha, bukan karena proses kematangan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Menurut (Notoatmodjo. S,
2003: 20) pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sedang dalam
keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan
yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.
Menurut (
Notoatmodjo. S, 2003: 27 ) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain: dimensi aspek kesehatan, dimensi tatanan atau tempat pelaksanaan
pendidikan kesehatan,dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
a. Aspek Kesehatan
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan
masyarakat itu mencakup empat aspek pokok yaitu:
1. Promosi
( promotif )
2. Pencegahan
( preventif )
3. Penyembuhan
( kuratif )
4. Pemulihan
( rehabilitatif )
B.
SARAN
Penulis sangat mengharapkan agar
makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang pendidikan kesehatan
dalam masyarakat.
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi
penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun
makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di kemudian hari
Pertanyaan
1.
Apa
saja ruang lingkup atau cangkupan pendidikan kesehatan itu?
Jawab:
Ada 3 dimensi ruang lingkup pendidikan kesehatan yaitu:
1.
Dimensi
aspek pelayanan kesehatan
a.
Pendidikan
kesehatan pada aspek promotif
Sasaran pendidikan kesehatan pada
aspek promotif adalah orang sehat. Kelompok orang sehata dalam suatu komunitas
mencapai 80 – 85% dari total populasi.
b.
Pendidikan kesehatan pada aspek
preventif
1.
Pencegahan tingkat pertama (primary
prevention)
2.
Pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention)
3.
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention)
2.
Dimensi Tatanan Pelaksanaan
a.
Pendidikan kesehatan pada tatanan
keluarga (rumah tangga)
Sasaran utama pendidikan kesehatan adalah orang tua
terutama ibu, karena ia merupakan peletak dasar perilaku terutama bagi
anak-anaknya.
b.
Pendidikan kesehatan pada tantanan
sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan
kesehatan dalam keluarga
c.
Pendidikan kesehatan pada tatanan
tempat kerja
Sasaran pendidikan kkesehatan di tempat kerja adalah
para manager institusi tempat kerja sehingga mereka peduli dan mau berbuat
untuk meningkatkan kesehatan pekerjanya dan mengembangkan unit pendidikan
kesehatan di tempat kerja, misalnya pembentukan unit K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja).
d.
Pendidikan kesehatan pada tatanan
tempat-tempat umum
Sasaran pendidikan kesehatan pada tatanan ini adalah
para pengelola tempat-tempat umum seperti pasar, terminal, pusat perbelanjaan,
taman kota, tempat-tempat olah raga, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut
harus dilengkapi fasilitas kesehatan dan sanitasi terutama WC umum dan air
bersih. Selain itu sebaiknya diimbangi dengan himbauan-himbauan kesehatan dan
kebersihan melalui leaflet, poster, spanduk, dll.
e.
Pendidikan kesehatan pada tatanan
fasilitas pelayanan kesehatan
Sasaran utama pendidikan kesehatan disini adalah
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatansebgai penanggung jawab atas
terlaksananya pendidikan/promosi kesehatan di tempat tersebut. Para pemimpin
fasilitas kesehatan diberikan advokasi, sedangkan karyawannya diberikan
pelatihan-pelatihan, bahkan di beberapa rumah sakit mengembangkan unit
pendidikan/promosi kesehatan sendiri yang disebut PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
di Rumah Sakit).
3.
Dimensi Tingkat Pelayanan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan
berdasarkan lima tingkatan pencegahan (Five Level of Prevention).
a.
Promosi Kesehatan (health
promoton)
b.
Perlindungan
Khusus (specifik protection)
c.
Diagnosa
Dini dan Pengobatan Segera (early diagnosis and prompt treatment)
d.
Pembatasan Cacat (disability
limitation)
e.
Rehabilitasi (rehabilitation)
sebutkan apa
saja sasaran pendidikan?
a.
Sasaran Primer, sasaran sekunder,
dan sasaran tersier
b.
Pokok, inti, dan tersier
c.
Kecil, besar, dan sekunder
d.
Pokok. Primer, dan besar
Jawaban : A. Sasaran primer, sasaran sekunder, dan
sasaran tersier
DAFTAR PUSTAKA
Notoadmojo,
soekidjo.2011. promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: rineka cipta
Notoadmojo,
soekidjo.2009. pendididkan dan prilaku kesehatan. Jakarta : rineka cipta
Mubarak wahid
igbal. 2009. Ilmu kesehatan masyarakat dan teoriaplikasi, jakarta. Salemba
medika
http.www.ilmu-kesehatan-masyarakat.Wikepedia.com
http//.www.pendidikan-kesehatan-dalam-masyarakat.pdf
gomawoyo.......^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar