Selasa, 30 April 2013

pelayanan kesehatan pada bayi dan balita


BAB I
 PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menegaskan bahwa seorang anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, terhindar dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, Undang Undang Perlindungan Anak juga mengamanahkan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
Untuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang , dan terlindung dari diskriminasi,kekerasan seperti penculikan dan perdagangan bayi baru lahir, maka pemenuhan Hak bayi mendapat kebutuhan dasar harus diberikan , seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi. Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan, yang dimulai sejak bayi berada di dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kesehatan anak sesuai tumbuh kembangnya, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa di masa mendatang.
Ibu dan anak terutama bayi baru lahir merupakan kelompok masyarakat yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) Serta balita.
Selain itu masalah kesehatan anak di Indonesia masih didominasi oleh tingginya angka kematian bayi dan balita serta prevalensi balita gizi kurang. Oleh karena itu, telah ditetapkan indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010 – 2014 sekaligus disesuaikan dengan target pencapaian MDGs, yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 34/1000 menjadi 23/1000 Kelahiran Hidup dan menurunkan prevalensi gizi kurang balita menjadi 15 % pada tahun 2015, termasuk tidak terjadi lagi kasus penculikan dan perdagangan bayi baru lahir ( zero toleran ) di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Selain itu, kita juga menghadapi permasalahan lain yaitu: meningkatnya ibu dengan HIV / AIDS, pembunuhan bayi/anak sendiri (infanticide), rendahnya kondisi sosio-ekonomi yang memicu terjadinya kekerasan dan penelantaran anak termasuk perdagangan atau penculikan bayi/anak, menjadi tantangan yang harus kita hadapi dalam mewujudkan, pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi anak.
Gambaran situasi tersebut diatas menunjukkan bahwa masalah kesehatan ibu dan anak sangat kompleks. Selama ini pelayanan kesehatan yang dilakukan lebih terfokus pada upaya agar bayi dapat lahir dengan selamat dan kelangsungan hidup anak (child survival), tetapi belum terintegrasi secara penuh untuk mencapai tumbuh kembang anak secara optimal, termasuk perlindungan dari penculikan dan perdagangan bayi. Kasus penculikan bayi menujukkan peningkatan dari 72 kasus di tahun 2008 menjadi 102 di tahun 2009, diantaranya 25% terjadi di rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.(komnas perlindungan anak, 2009).
Kementerian Kesehatan telah menetapkan berbagai Peraturan Menteri Kesehatan dan menyusun Pedoman Pelayanan Kesehatan bagi Ibu dan Bayi Baru Lahir di Puskesmas dan jaringannya. Pedoman tersebut dipergunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan, diantaranya Pedoman Asuhan Persalinan Normal (APN), Pedoman Asuhan Bayi Baru Lahir, Pedoman Asuhan Keperawatan bagi Ibu dan Bayi, dan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA), yang hanya mengatur standar pelayanan yang bersifat teknis medis, dan belum sepenuhnya berorientasi pada perlindungan anak. Untuk mencegah terjadinya kasus penculikan dan perdagangan bayi baru lahir dan meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan di Puskesmas dan jaringannya tentang perlindungan anak, maka perlu disusun suatu Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak.

B.     RUMUSAN MASALAH
            Dilihat dari latar belakang yang menunjukkan banyaknya kasus yang terjadi pada bayi dan balita untuk itu adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu apa-apasaja pelayanan kesehatan yang di berikan pada bayi dan balita?


C.     TUJUAN
Tujuan umum :
Meningkatkan pelayanan kesehatan bayi baru lahir dan balita berbasis perlindungan anak, di Puskesmas dan jaringannya.
Tujuan khusus :
1.      Meningkatnya pemahaman tenaga kesehatan tentang upaya perlindungan bagi ibu bersalin dan bayi baru lahir serta balita
2.      Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi bayi baru lahir berbasis perlindungan anak dan balita
3.      Tersedianya buku panduan penyelenggaraan pelayanan kesehatan bayi baru lahir berbasis perlindungan anak dan balita













BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI
                                                                                                        
1.         Pengertian  Pelayanan Kesehatan Pada Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
1.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
2.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
3.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
4.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
a.       Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2,3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun
b.      Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDDTK)
c.       Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
d.      Konseling ASI ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
e.       Penanaganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.

2.         Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1)        Pencegahan infeksi (PI)
2)        Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3)        Pemotongan dan perawatan tali pusat
4)        Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5)        Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6)        Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7)        Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
8)        Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9)        Pemeriksaan bayi baru lahir
10)    Pemberian ASI eksklusif

Pelayanan kesehatan pada bayi adalah:
a.       Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi  diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir.
Memberikan kesempatan bayi menyusui  sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. (mitaya, 2010 : 23)
Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit  yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom dan ASI.
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1)      Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2)      Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3)      Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit  ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4)      Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5)      Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
6)      Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7)      Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah selesai proses IMD bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi salep mata dan penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian diberikan imunisasi Hepatitis B (HB 0) pada paha kanan.
a)      Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B (HB 0).
b)      Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
c)      Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
d)     Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
e)      Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.



b.      Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.

c.       Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu
Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering.

d.      Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan

e.       Kunjungan Neonatal
Adalah :-pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu:
1)       Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2)      Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3)      Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari

Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak diberikan pada saat lahir).


B.       PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK BALITA
1.         Defini Pelayanan Kesehatan Pada balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual  berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
            Bentuk pelaksanaan tumbuh kembng anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
            Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan tegnologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
            Sabagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
            Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1.      Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2.      Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
3.      Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4.      Kepemilikan dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5.      Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.

2.         Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Balita
Pelayanan kesehatan pada balita yang lain adalah:
a.    Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. 
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya. 
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
1)      Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
2)      Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
3)      Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
b.    Pemberian Kapsul Vitamin A 
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
1)      Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun
2)      Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita 
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.

c.     Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1)      Penimbangan berat badan
2)      Penentuan status pertumbuhan
3)      Penyuluhan
4)      Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.

d.   manajemen terpadu balita sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. 
Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1)      Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
2)      Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
1)      Manajemen Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2)      Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu  bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
3)      Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

e.    Pelayanan Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian. 
Vaksin yang di gunakan adalah :
1)        BCG : Untuk mencegah penyakit tuberkulosis
2)        Polio oral vaksin : Untuk mencegah penyakit polio
3)        DPT : Untuk mencegah penyakit Difteri, Pertuis, dan Tetanus
4)        Hepatitis B : Untuk mencegah penyakit Hepatitis B
5)        Campak : Untuk mencegah penyakit Campak
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan hepatitis. 
Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit. 

f.     Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah : 
1)      Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
2)      Pemberian makanan bayi
3)      Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
4)      Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
5)      peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan




BAB II
PENUTUP


A.    KESIMPULAN

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
5.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
6.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan
7.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan
8.      Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Pelayanan kesehatan pada bayi tersebut meliputi :
f.       Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2,3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun
g.      Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDDTK)
h.      Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
i.        Konseling ASI ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
j.        Penanaganan dan rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual  berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1.      Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2.      Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
3.      Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4.      Kepemilikan dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5.      Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.

B.     SARAN
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang pelayanan kesehatan pada bayi dan balita.
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari







2 komentar: